Di dalam Liang Kobori, tersimpan sebuah misteri kehidupan masyarakat prasejarah dari suku Muna. Hal tersebut tergambar pada 130 aneka lukisan berwarna merah yang terdapat pada dinding-dinding gua. Dari berbagai aneka lukisan tersebut, tergambar cara hidup masyarakat suku Muna pada masa lalu mulai dari cara bercocok tanam, berternak, berburu, berdapatasi dengan lingkungan, dan berperang untuk mempertahankan diri dari serangan musuh. Diantara lukisan yang ada dalam gua itu adalah gambar seseorang yang menaiki seekor gajah, gambar matahari, gambar pohon kelapa, gambar binatang ternak seperti sapi, kuda, serta gambar layang-layang yang merupakan salah satu media ritual masyarakat Muna pada saat itu. Dari lukisan-lukisan itu,terdapat sebuah pesan simbolik dari masyarakat suku Muna purbabegi generasi muda mereka tentang arti nilai sejarah dengan mencatat setiap peristiwa yang mereka alami.
Yang menarik dari gambar-gambar tersebut adalah misteri dibalik pemilihan bahan dan warna yang dipakai untuk melukis. Walaupun lukisan telah berusia ribuan tahun, tetapi warnanya tetap bagus dan masih terlihat dengan jelas. Tentunya ini sangat kontras dengan penggunaan warna pada saat sekarang yang mudah hilang dalam waktu cepat.
Untuk dapat menikmati semua keindaan Gua Kabori, Anda dapat menempuhnya dengan dua cara. Cara pertama dari Pelabuhan Nusantara, Kendari menuju Pelabuhan Raha, Muna dengan waktu tempuh 4 jam. Cara kedua, dari Bandara Walter Monginsidi, Kendari menuju Bandara Sugimanuru lalu ke Kota Raha sebelum menuju ke Desa Mabolu dengan lama perjalanan 1,5 jam.
Obyek Wisata Mendunia yang Diabaikan Pemerintah
Semestinya, Liang Kabori bisa menjadi aset wisata bernilai tinggi jika saja Pemkab Muna serius membenahi sarana dan prasarana serta gencar melakukan propaganda. Sayang, fasilitas dasar wisata saja, tak dijumpai di tempat itu.Nyatanya, memang demikian. Meski setiap tahun ratusan wisatawan lokal hingga mancanegara mengunjungi Liang Kabori untuk sekadar melihat peradaban masa lalu maupun untuk penelitian, namun sensitifitas pemerintah, utamanya instansi teknis belum juga tergerak untuk mengelola obyek wisata itu menjadi lebih menarik. Satu-satunya sarana yang tersedia di kawasan wisata "rumah" manusia purba tersebut hanyalah gazebo. Itupun dalam jumlah terbatas, bahkan sebagian sudah tak dapat difungsikan.
" Program pemerintah yang masuk terakhir kali, pendirian gazebo. Itupun dibangun tahun 2008,'' kata Juru Kunci Gua Liang Kabora, La Hada. Sebagian ''payung'' peristirahatan memang telah terlihatb rusak dan kusam, karena tidak ada biaya pemeliharaan, seperti pengecatan. Pria berkopiah itu juga mengungkapkan, meski Liang Kabori sebenarnya ditemukan sejak puluhan tahun silam, pemerintah baru meliriknya sekitar 1998 lalu dengan membuat jalan poros ke obyek wisata. Lalu disusul dengan pembuatan jalan setapak meski masih dianggap kurang untuk menghubungkan antara gua yang satu dengan liang lainnya. Ia menyebutkan, belum ada jalan setapak yang menghubungkan antara gua Metanduno dan Sugi Patani yang berjarak dua kilometer.
Sarana dasar wisata seperti toilet, air bersih bahkan tidak ditemukan di lokasi tersebut. "Saya sudah sampaikan ke pemerintah, tapi belum ada realisasi," keluh La Hada. Di depan Liang Kabori, terdapat bak air. Namun sejak dibangun, tidak difungsikan karena tak ada airnya. Pria uzur itu berharap banyak agar Pemkab dalam kendali dr. LM. Baharuddin bisa memberikan perhatian serius, terhadap wisata sejarah tersebut. Apalagi, pengunjung dari berbagai negara sering datang melihat hingga melakukan penelitian. Kadis Pariwisata Pemkab Muna, Hasanuddin yang ditemui, mengatakan, instansinya memiliki banyak perencanaan untuk mengembangkan wisata Liang Kabori. Hanya saja, semua terkendala anggaran.
" Di Muna terdapat 120 obyek wisata. Kita klasifikasi hanya 16 lokasi yang mendapat perhatian dari PAD, salah satunya Liang Kabori," terangnya. Ia mengakui, di gua itu memang belum memiliki sarana dasar wisata seperti toilet dan air bersih. " Kami sudah usulkan dua tahun berturut-turut, namun tak kunjung dikabulkan," sambungnya. Bahkan, untuk anggaran pemeliharaan gazebo, sama sekali tidak ada. Soal kebutuhan jalan setapak penghubung ke Liang Sugi Patani, sengaja tak dibuat. Keinginan pecandu wisata alam, lebih menantang bila tetap mempertahankan jalan alam. " Kami juga mendengar masukan dari pengunjung, "ungkapnya.
Dinas Pariwisata sudah mengusulkan pembangunan rumah wisata sebagai tempat peristrahatan bagi pengunjung yang akan menginap. Tapi lagi-lagi usulan itu belum dikabulkan. Untuk menjaga "kesucian" dalam liang, Hasanuddin mengaku akan membangun pagar pembatas di setiap pintu gua. Tujuannya agar pengunjung tidak lagi sesuka hati masuk ke dalam liang. '' Program yang kami rencanakan ke depan adalah menggelar festival budaya untuk jenjang sekolah. Semua ide dan rencana untuk "menjual" Liang Kabori Kami harap dapat perhatian dari pemerintah yang baru saat ini,'' pintanya.
sumber ;
Liang Kabori
nice
BalasHapus