![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEil_ev8-n0tptrtQYJjbhwTic57atWxPobSnPJYJk6RDOCjFWqUwMyaFvjXjWNXmnYj_fXlFlGWKZg1QACuIF-p1YgKbwviR7f2guwrLXLwlnxXWENOSs1XQFn5qgHCdNblnYGHeY8rYw/s400/liang1.jpg) |
Liang Kabori merupakan nama lain dari Gua Kabori, gua peninggalan
nenek moyang masyarakat suku Muna. Nama Liang Kabori berasal dari bahasa
Muna yang berarti gaya tulis. Penamaan ini cukup tepat karena di
sepanjang dinding dalam gua terdapat aneka lukisan yang berjejer rapi.
Lukisan tersebut diperkirakan berumur ratusan tahun. Perkiraan
tersebut didukung oleh temuan seorang peneliti dari Jerman yang pernah
melakukan penilitian di lokasi Liang Kabori. Peneliti mengungkapkan,
lukisan yang terpahat indah itu berasal dari zaman prasejarah atau
sekitar 4.000 tahun silam. Liang Kabori memiliki lebar 30 meter, tinggi
anatara 2 sampai 5 meter, dan kedalaman di bawah tanah sekitar 50
meter. Gua ini tersusun dari bebatuan stalaktit dan stalagmit yang
berwarna kehitaman.
| | |
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiO4js68jwziQODUZAR9PLjYBECD782m8s-AIpN0ZcVc0AbEPAevSyJJROBVSjkISz8KY5S7pML_1yh_Ko3zluTMR4-pw5AYHstTgTnt33lJhMpNg2ProrN0LAl-mxT_2id-Q-LtfSHQg/s640/liang2.jpg) |
Antara gua satu dan lainnya saling berdekatan, kecuali liang Sugi Patani
yang berada diketinggian dan berjarak dua kilometer dari Metanduno. Pemberian nama liang dan ceruk berdasarkan lukisan dan
bentuk gua. Metanduno disebut gua bagi kaum laki-laki karena berisi
lukisan bertanduk, sementara Liang Kabori, disebut gua perempuan karena
terdapat lukisan perempuan. Contoh lainnya, liang Kasampukoro, karena
untuk masuk, harus dengan merayap.
|
Di dalam Liang Kobori, tersimpan sebuah misteri kehidupan masyarakat
prasejarah dari suku Muna. Hal tersebut tergambar pada 130 aneka lukisan
berwarna merah yang terdapat pada dinding-dinding gua. Dari berbagai
aneka lukisan tersebut, tergambar cara hidup masyarakat suku Muna pada
masa lalu mulai dari cara bercocok tanam, berternak, berburu,
berdapatasi dengan lingkungan, dan berperang untuk mempertahankan diri
dari serangan musuh. Diantara lukisan yang ada dalam gua itu adalah
gambar seseorang yang menaiki seekor gajah, gambar matahari, gambar
pohon kelapa, gambar binatang ternak seperti sapi, kuda, serta gambar
layang-layang yang merupakan salah satu media ritual masyarakat Muna
pada saat itu. Dari lukisan-lukisan itu,terdapat sebuah pesan simbolik
dari masyarakat suku Muna purbabegi generasi muda mereka tentang arti
nilai sejarah dengan mencatat setiap peristiwa yang mereka alami.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgrzISrsks03eATh8-8pfgrYCK9W5k-OhR6uYA9h6j-gdDBs_LqrZsVYLViJjBTPZLcwDCkAKqdQ7bOgCkrxxFikUXrZxgLbMTrCZpYruBkTZv3wIb3fYLTXEBT8lLaFAQIK5Ft6cYecQ/s400/liang4.jpg)
Yang menarik dari gambar-gambar tersebut adalah misteri dibalik
pemilihan bahan dan warna yang dipakai untuk melukis. Walaupun lukisan
telah berusia ribuan tahun, tetapi warnanya tetap bagus dan masih
terlihat dengan jelas. Tentunya ini sangat kontras dengan penggunaan
warna pada saat sekarang yang mudah hilang dalam waktu cepat.
Untuk dapat menikmati semua keindaan Gua Kabori, Anda dapat
menempuhnya dengan dua cara. Cara pertama dari Pelabuhan Nusantara,
Kendari menuju Pelabuhan Raha, Muna dengan waktu tempuh 4 jam. Cara
kedua, dari Bandara Walter Monginsidi, Kendari menuju Bandara Sugimanuru
lalu ke Kota Raha sebelum menuju ke Desa Mabolu dengan lama perjalanan
1,5 jam.
Obyek Wisata Mendunia yang Diabaikan Pemerintah
Semestinya, Liang Kabori bisa menjadi aset wisata bernilai tinggi
jika saja Pemkab Muna serius membenahi sarana dan prasarana serta gencar
melakukan propaganda. Sayang, fasilitas dasar wisata saja, tak dijumpai
di tempat itu.
Nyatanya, memang demikian. Meski setiap
tahun ratusan wisatawan lokal hingga mancanegara mengunjungi Liang
Kabori untuk sekadar melihat peradaban masa lalu maupun untuk
penelitian, namun sensitifitas pemerintah, utamanya instansi teknis
belum juga tergerak untuk mengelola obyek wisata itu menjadi lebih
menarik. Satu-satunya sarana yang tersedia di kawasan wisata "rumah"
manusia purba tersebut hanyalah gazebo. Itupun dalam jumlah terbatas,
bahkan sebagian sudah tak dapat difungsikan.
" Program
pemerintah yang masuk terakhir kali, pendirian gazebo. Itupun dibangun
tahun 2008,'' kata Juru Kunci Gua Liang Kabora, La Hada. Sebagian
''payung'' peristirahatan memang telah terlihatb rusak dan kusam, karena
tidak ada biaya pemeliharaan, seperti pengecatan. Pria berkopiah itu
juga mengungkapkan, meski Liang Kabori sebenarnya ditemukan sejak
puluhan tahun silam, pemerintah baru meliriknya sekitar 1998 lalu dengan
membuat jalan poros ke obyek wisata. Lalu disusul dengan pembuatan
jalan setapak meski masih dianggap kurang untuk menghubungkan antara gua
yang satu dengan liang lainnya. Ia menyebutkan, belum ada jalan setapak
yang menghubungkan antara gua Metanduno dan Sugi Patani yang berjarak
dua kilometer.
Sarana dasar wisata seperti toilet, air
bersih bahkan tidak ditemukan di lokasi tersebut. "Saya sudah sampaikan
ke pemerintah, tapi belum ada realisasi," keluh La Hada. Di depan Liang
Kabori, terdapat bak air. Namun sejak dibangun, tidak difungsikan
karena tak ada airnya. Pria uzur itu berharap banyak agar Pemkab dalam
kendali dr. LM. Baharuddin bisa memberikan perhatian serius, terhadap
wisata sejarah tersebut. Apalagi, pengunjung dari berbagai negara sering
datang melihat hingga melakukan penelitian. Kadis Pariwisata Pemkab
Muna, Hasanuddin yang ditemui, mengatakan, instansinya memiliki banyak
perencanaan untuk mengembangkan wisata Liang Kabori. Hanya saja, semua
terkendala anggaran.
" Di Muna terdapat 120 obyek wisata.
Kita klasifikasi hanya 16 lokasi yang mendapat perhatian dari PAD,
salah satunya Liang Kabori," terangnya. Ia mengakui, di gua itu memang
belum memiliki sarana dasar wisata seperti toilet dan air bersih. " Kami
sudah usulkan dua tahun berturut-turut, namun tak kunjung dikabulkan,"
sambungnya. Bahkan, untuk anggaran pemeliharaan gazebo, sama sekali
tidak ada. Soal kebutuhan jalan setapak penghubung ke Liang Sugi Patani,
sengaja tak dibuat. Keinginan pecandu wisata alam, lebih menantang bila
tetap mempertahankan jalan alam. " Kami juga mendengar masukan dari
pengunjung, "ungkapnya.
Dinas Pariwisata sudah
mengusulkan pembangunan rumah wisata sebagai tempat peristrahatan bagi
pengunjung yang akan menginap. Tapi lagi-lagi usulan itu belum
dikabulkan. Untuk menjaga "kesucian" dalam liang, Hasanuddin mengaku
akan membangun pagar pembatas di setiap pintu gua. Tujuannya agar
pengunjung tidak lagi sesuka hati masuk ke dalam liang. '' Program yang
kami rencanakan ke depan adalah menggelar festival budaya untuk jenjang
sekolah. Semua ide dan rencana untuk "menjual" Liang Kabori Kami harap
dapat perhatian dari pemerintah yang baru saat ini,'' pintanya.
sumber ;
Liang Kabori